Hanya Nostalgia
/1/
Ada memoar lama yang serta merta merembes ke dalam ingatan saat aku untuk kali sekian mengunjunginya. Lama tak jua dengan suasana lama membuat aku sedikit sungkan. Terlalu banyak hal baru yang harus aku akrabi dari awal lagi. Mau tak mau aku harus mampu beradaptasi dalam hitungan detik. Sebagai senior tentunya, aku harus bersikap ramah terhadap mereka bukan?
Terlalu banyak sisa-sisa perjuangan yang aku tinggalkan. Serpihan-serpihan hidup yang sangat subtantif dan berguna untukku ke depannya. Kepingan yang merepresentasikan betapa beratnya perjuangan untuk menggerakkan roda kehidupan dari ruangan 3x3 meter ini. juga beratnya perjuangan untuk terus memutar perkara-pikiran anak-anak untuk terus berpikir kritis. Sok kritis minimalnya.
Iya, aku bingung untuk menganggapnya sebagai apa lagi, tak salah bukan kalau aku memanggil mereka anak-anak?
Berkongsi dengan dua karib serta dua tunas yang terkadang agak kurang ajar juga menyisakan cerita tersendiri. Bagaimana serunya berlomba lari dengan malam yang larut untuk mengejar berita merupakan hal yang sangat sulit aku ulang lagi. Memacu jari di atas keyboard, serta menyeimbangkannya dengan kapabilitas otak untuk menelurkan sebuah tulisan yang agaknya enak dibaca. Untuk sendiri setidaknya. Tak jarang juga, teriakan-teriakan terdengar saat salah dibuat. Berselisih, berseberangan pendapat, bahkan perang pendapat bukan barang baru. Makanan sehari-hari malahan.
Beruforia dengan ide-ide dan inisiatif yang terkadang terdengar gila sangatlah memacu adrenalin. Membuat kita belajar kadang pembaca membutuhkan sesuatu yang beda dan anti mainstream untuk mendapatkan sensasi membaca dengan nuansa yang baru. Aih terlalu banyak emosi yang harus diurai untuk mengingat semuanya.
Ada memoar lama yang serta merta merembes ke dalam ingatan saat aku untuk kali sekian mengunjunginya. Lama tak jua dengan suasana lama membuat aku sedikit sungkan. Terlalu banyak hal baru yang harus aku akrabi dari awal lagi. Mau tak mau aku harus mampu beradaptasi dalam hitungan detik. Sebagai senior tentunya, aku harus bersikap ramah terhadap mereka bukan?
Terlalu banyak sisa-sisa perjuangan yang aku tinggalkan. Serpihan-serpihan hidup yang sangat subtantif dan berguna untukku ke depannya. Kepingan yang merepresentasikan betapa beratnya perjuangan untuk menggerakkan roda kehidupan dari ruangan 3x3 meter ini. juga beratnya perjuangan untuk terus memutar perkara-pikiran anak-anak untuk terus berpikir kritis. Sok kritis minimalnya.
Iya, aku bingung untuk menganggapnya sebagai apa lagi, tak salah bukan kalau aku memanggil mereka anak-anak?
Berkongsi dengan dua karib serta dua tunas yang terkadang agak kurang ajar juga menyisakan cerita tersendiri. Bagaimana serunya berlomba lari dengan malam yang larut untuk mengejar berita merupakan hal yang sangat sulit aku ulang lagi. Memacu jari di atas keyboard, serta menyeimbangkannya dengan kapabilitas otak untuk menelurkan sebuah tulisan yang agaknya enak dibaca. Untuk sendiri setidaknya. Tak jarang juga, teriakan-teriakan terdengar saat salah dibuat. Berselisih, berseberangan pendapat, bahkan perang pendapat bukan barang baru. Makanan sehari-hari malahan.
Beruforia dengan ide-ide dan inisiatif yang terkadang terdengar gila sangatlah memacu adrenalin. Membuat kita belajar kadang pembaca membutuhkan sesuatu yang beda dan anti mainstream untuk mendapatkan sensasi membaca dengan nuansa yang baru. Aih terlalu banyak emosi yang harus diurai untuk mengingat semuanya.
Komentar
Posting Komentar