Indonesia Butuh Obat
Jika semua dokter, psikolog, dan cendekiawan dikumpulkan kemudian ditanyai satu persatu, "Apakah Indonesia sehat?" maka apa jawabannya?
Semuanya pasti akan menjawab dengan suatu suara. Indonesia sedang mengalami sebuah penyakit komplikasi yang kronis. Penyakit itu tidak akan bisa sembuh hanya dengan memilih seorang pemimpin. Dengan pembangunan infrastruktur. Indonesia butuh obat. Indonesia butuh perawat. Dan pesantrenlah yang akan melahirkan perawat-perawat atas penyakit Indonesia itu.
Namun celakanya banyak orang yang tidak suka jika Indonesia sehat. Justru sebaliknya, ada antek-antek yang mengharapkan Indonesia hancur, untuk lantas semakin sakit dan semakin mudah dibodohi. Inilah yang harus dibenci. Penjajah dan penjajahan. Maka sebetulnya sah-sah saja menyebarkan ujaran kebencian kepada para penjajah itu. Ujaran kebencian kepada kekafiran. Ujaran kebencian kepada kolonialisme. Ujaran kebencian kepada kapitalisme. Jika dianggap melanggar hukum, bukan tidak mungkin mereka adalah penjajah. Antek-antek yang benci aksi penjajahannya tercium lantas diwaspadai. Maka harus hati-hati.
Pesantren hadir dengan pembinaan total untuk menelurkan para perawat-perawat tadi. Menjaga tanggul-tanggul keimanan yang kian lama kian tergerus. Pilkada tidak menyelesaikan masalah. Pidato apalagi. Begitu juga beropini. Namun menghalangi orang untuk beropini untuk kemaslahatan umat bukannya lebih salah lagi?
Pesantren bisa terus eksis karena dia memegang amanat. Amanat ilmu dan ulama'. Dari amanat yang dijalankan dengan penuh integirtas inilah akan lahir rasa hormat kepada ilmu dan ulama'. Jika kedua hal itu telah bersipadu, barokahnya akan langsung turun dari arsy tanpa tedeng aling-aling. Sungguh hanya itu jawabannya. Barokah dan keberkahan. Sesuatu yang sangat sulit didapatkan di zaman yang makin pragmatis ini.
Kiai Hasan selalu membawa inspirasi dalam setiap pidato yang dibawakannya. Renyah, cergas, penuh humor, tapi tegas. Kebetulan pada beberapa kesempatan ada beberapa ide beliau yang bisa ditangkap untuk kemudian disarikan dalam tulisan yang sederhana ini.
Semuanya pasti akan menjawab dengan suatu suara. Indonesia sedang mengalami sebuah penyakit komplikasi yang kronis. Penyakit itu tidak akan bisa sembuh hanya dengan memilih seorang pemimpin. Dengan pembangunan infrastruktur. Indonesia butuh obat. Indonesia butuh perawat. Dan pesantrenlah yang akan melahirkan perawat-perawat atas penyakit Indonesia itu.
Namun celakanya banyak orang yang tidak suka jika Indonesia sehat. Justru sebaliknya, ada antek-antek yang mengharapkan Indonesia hancur, untuk lantas semakin sakit dan semakin mudah dibodohi. Inilah yang harus dibenci. Penjajah dan penjajahan. Maka sebetulnya sah-sah saja menyebarkan ujaran kebencian kepada para penjajah itu. Ujaran kebencian kepada kekafiran. Ujaran kebencian kepada kolonialisme. Ujaran kebencian kepada kapitalisme. Jika dianggap melanggar hukum, bukan tidak mungkin mereka adalah penjajah. Antek-antek yang benci aksi penjajahannya tercium lantas diwaspadai. Maka harus hati-hati.
Pesantren hadir dengan pembinaan total untuk menelurkan para perawat-perawat tadi. Menjaga tanggul-tanggul keimanan yang kian lama kian tergerus. Pilkada tidak menyelesaikan masalah. Pidato apalagi. Begitu juga beropini. Namun menghalangi orang untuk beropini untuk kemaslahatan umat bukannya lebih salah lagi?
Pesantren bisa terus eksis karena dia memegang amanat. Amanat ilmu dan ulama'. Dari amanat yang dijalankan dengan penuh integirtas inilah akan lahir rasa hormat kepada ilmu dan ulama'. Jika kedua hal itu telah bersipadu, barokahnya akan langsung turun dari arsy tanpa tedeng aling-aling. Sungguh hanya itu jawabannya. Barokah dan keberkahan. Sesuatu yang sangat sulit didapatkan di zaman yang makin pragmatis ini.
Kiai Hasan selalu membawa inspirasi dalam setiap pidato yang dibawakannya. Renyah, cergas, penuh humor, tapi tegas. Kebetulan pada beberapa kesempatan ada beberapa ide beliau yang bisa ditangkap untuk kemudian disarikan dalam tulisan yang sederhana ini.
Komentar
Posting Komentar